media-cibubur.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melanjutkan penataan kawasan Puncak tahap II pada Senin (26/8), yang menargetkan pembongkaran bangunan liar pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang jalur Puncak. Penertiban dimulai dari arah Gantole hingga Puncak Pass, yang merupakan batas antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.
Penataan ini merupakan kelanjutan dari tahap pertama yang telah dilaksanakan pada 24 Juni 2024, di mana sebanyak 330 bangunan liar telah dibongkar. Pada tahap II, penertiban difokuskan pada 196 bangunan liar PKL yang masih berdiri di sepanjang jalur tersebut.
Dalam upaya mendukung penataan ini, Pemkab Bogor bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyediakan tempat relokasi di Rest Area Gunung Mas. Rest area ini mampu menampung 516 kios, dengan rincian 100 kios untuk pedagang basah seperti sayur dan buah, serta 416 kios untuk pedagang kering seperti oleh-oleh dan camilan. Rest area ini juga didukung oleh PTPN, yang bahkan siap memberikan tambahan lahan jika diperlukan.
Namun, proses penertiban ini tidak berlangsung tanpa gejolak. Sejumlah pedagang di kawasan Puncak tampak histeris saat kios mereka dibongkar oleh petugas. Mereka menolak untuk direlokasi ke rest area dengan alasan lokasi tersebut tidak menjamin keramaian pengunjung. Selain itu, beberapa PKL yang terkena penertiban tahap kedua ini belum mendapatkan tempat di rest area tersebut.
Selain ekspresi kekecewaan dan kemarahan dari para pedagang, penertiban ini juga menimbulkan kecemburuan. Salah satu insiden yang mencuat adalah saat PKL di kawasan Puncak melampiaskan kemarahan mereka terhadap sebuah restoran yang berdiri di lahan eks Rindu Alam. Lokasi tersebut awalnya masuk dalam daftar 196 bangunan liar yang menjadi target penertiban, namun pada akhirnya tidak dibongkar, memicu kecemburuan di kalangan PKL.
Meski pemerintah berupaya menata kawasan Puncak demi keindahan dan kenyamanan wisatawan, nasib para pedagang yang telah lama mengandalkan penghidupan dari kios-kios di sepanjang jalur ini tidak boleh diabaikan. Diperlukan kebijakan yang lebih bijak dan solusi yang berkeadilan agar para pedagang ini tetap dapat menjalani hidup dengan layak di tengah penataan kawasan yang terus berlangsung.”
Leave a Comment